Halaman

Pengertian Bid'ah Menurut Sunni

assalamualaikum.wr.wb.

buat kaum muslimin yang dirahmati allah,dibawah ini adalah artikel pembahasan mengenai bid'ah,yang saya ambil dari website nu.
pengertian bid'ah

Dalam kitab Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah karya Hadratusy Syeikh Hasyim Asy’ari, istilah "bid’ah" ini disandingkan dengan istilah "sunnah". Seperti dikutip Hadratusy Syeikh, menurut Syaikh Zaruq dalam kitab ‘Uddatul Murid, kata bid’ah secara syara’ adalah munculnya perkara baru dalam agama yang kemudian mirip dengan bagian ajaran agama itu, padahal bukan bagian darinya, baik formal maupun hakekatnya. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW,” Barangsiapa memunculkan perkara baru dalam urusan kami (agama) yang tidak merupakan bagian dari agama itu, maka perkara tersebut tertolak”. Nabi juga bersabda,”Setiap perkara baru adalah bid’ah”.

Menurut para ulama’, kedua hadits ini tidak berarti bahwa semua perkara yang baru dalam urusan agama tergolong bidah, karena mungkin saja ada perkara baru dalam urusan agama, namun masih sesuai dengan ruh syari’ah atau salah satu cabangnya (furu’).

Bid’ah dalam arti lainnya adalah sesuatu yang baru yang tidak ada sebelumnya, sebagaimana firman Allah S.W.T.:

بَدِيْعُ السَّموتِ وَاْلاَرْضِ
“Allah yang menciptakan langit dan bumi”. (Al-Baqarah 2: 117).

Adapun bid’ah dalam hukum Islam ialah segala sesuatu yang diada-adakan oleh ulama’ yang tidak ada pada zaman Nabi SAW. Timbul suatu pertanyaan, Apakah segala sesuatu yang diada-adakan oleh ulama’ yang tidak ada pada zaman Nabi SAW. pasti jeleknya? Jawaban yang benar, belum tentu! Ada dua kemungkinan; mungkin jelek dan mungkin baik. Kapan bid’ah itu baik dan kapan bid’ah itu jelek? Menurut Imam Syafi’i, sebagai berikut;

اَلْبِدْعَةُ ِبدْعَتَانِ : مَحْمُوْدَةٌ وَمَذْمُوْمَةٌ, فَمَاوَافَقَ السُّنَّةَ مَحْمُوْدَةٌ وَمَاخَالَفَهَا فَهُوَ مَذْمُوْمَةٌ
“Bid’ah ada dua, bid’ah terpuji dan bid’ah tercela, bid’ah yang sesuai dengan sunnah itulah yang terpuji dan bid’ah yang bertentangan dengan sunnah itulah yang tercela”.

Sayyidina Umar Ibnul Khattab, setelah mengadakan shalat Tarawih berjama’ah dengan dua puluh raka’at yang diimami oleh sahabat Ubai bin Ka’ab beliau berkata :

نِعْمَتِ اْلبِدْعَةُ هذِهِ
“Sebagus bid’ah itu ialah ini”.

Bolehkah kita mengadakan Bid’ah? Untuk menjawab pertanyaan ini, marilah kita kembali kepada hadits Nabi SAW. yang menjelaskan adanya Bid’ah hasanah dan bid’ah sayyiah.

مَنْ سَنَّ فِى اْلاِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ اَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ سَنَّ فِى اْلاِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِئَةً فَعَلَيْهِ وِزْرُهَاوَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِاَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا. القائى, ج: 5ص: 76.
“Barang siapa yang mengada-adakan satu cara yang baik dalam Islam maka ia akan mendapatkan pahala orang yang turut mengerjakannya dengan tidak mengurangi dari pahala mereka sedikit pun, dan barang siapa yang mengada-adakan suatu cara yang jelek maka ia akan mendapat dosa dan dosa-dosa orang yang ikut mengerjakan dengan tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun”.

Apakah yang dimaksud dengan segala bid’ah itu sesat dan segala kesesatan itu masuk neraka?
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَ لَةٍ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّارِ
“Semua bid’ah itu sesat dan semua kesesatan itu di neraka”.

Mari kita pahami menurut Ilmu Balaghah. Setiap benda pasti mempunyai sifat, tidak mungkin ada benda yang tidak bersifat, sifat itu bisa bertentangan seperti baik dan buruk, panjang dan pendek, gemuk dan kurus. Mustahil ada benda dalam satu waktu dan satu tempat mempunyai dua sifat yang bertentangan, kalau dikatakan benda itu baik mustahil pada waktu dan tempat yang sama dikatakan jelek; kalau dikatakan si A berdiri mustahil pada waktu dan tempat yang sama dikatakan duduk.

Mari kita kembali kepada hadits.
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَ لَةٍ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّارِ
“Semua bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan itu masuk neraka”.

Bid’ah itu kata benda, tentu mempunyai sifat, tidak mungkin ia tidak mempunyai sifat, mungkin saja ia bersifat baik atau mungkin bersifat jelek. Sifat tersebut tidak ditulis dan tidak disebutkan dalam hadits di atas; dalam Ilmu Balaghah dikatakan, حدف الصفة على الموصوف “membuang sifat dari benda yang bersifat”. Seandainya kita tulis sifat bid’ah maka terjadi dua kemungkinan: Kemungkinan pertama :
كُلُّ بِدْعَةٍ حَسَنَةٍ ضَلاَ لَةٌ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّارِ
“Semua bid’ah yang baik sesat, dan semua yang sesat masuk neraka”.

Hal ini tidak mungkin, bagaimana sifat baik dan sesat berkumpul dalam satu benda dan dalam waktu dan tempat yang sama, hal itu tentu mustahil. Maka yang bisa dipastikan kemungkinan yang kedua :
كُلُّ بِدْعَةٍ سَيِئَةٍ ضَلاَ لَةٍ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّاِر

“Semua bid’ah yang jelek itu sesat, dan semua kesesatan itu masuk neraka”.

Jelek dan sesat paralel tidak bertentangan, hal ini terjadi pula dalam Al-Qur’an, Allah SWT telah membuang sifat kapal dalam firman-Nya :

وَكَانَ وَرَاءَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِيْنَةٍ غَصْبَا (الكهف: 79)
“Di belakang mereka ada raja yang akan merampas semua kapal dengan paksa”. (Al-Kahfi : 79).

Dalam ayat tersebut Allah SWT tidak menyebutkan kapal baik apakah kapal jelek; karena yang jelek tidak akan diambil oleh raja. Maka lafadh كل سفينةsama dengan كل بد عة tidak disebutkan sifatnya, walaupun pasti punya sifat, ialah kapal yang baik كل سفينة حسنة .

Selain itu, ada pendapat lain tentang bid’ah dari Syaikh Zaruq, seperti dikutip Hadratusy Syaikh Hasyim Asy’ari. Menurutnya, ada tiga norma untuk menentukan, apakah perkara baru dalam urusan agama itu disebut bid’ah atau tidak: Pertama, jika perkara baru itu didukung oleh sebagian besar syari’at dan sumbernya, maka perkara tersebut bukan merupakan bid’ah, akan tetapi jika tidak didukung sama sekali dari segala sudut, maka perkara tersebut batil dan sesat.

Kedua, diukur dengan kaidah-kaidah yang digunakan para imam dan generasi salaf yang telah mempraktikkan ajaran sunnah. Jika perkara baru tersebut bertentangan dengan perbuatan para ulama, maka dikategorikan sebagai bid’ah. Jika para ulama masih berselisih pendapat mengenai mana yang dianggap ajaran ushul (inti) dan mana yang furu’ (cabang), maka harus dikembalikan pada ajaran ushul dan dalil yang mendukungnya.

Ketiga, setiap perbuatan ditakar dengan timbangan hukum. Adapun rincian hukum dalam syara’ ada enam, yakni wajib, sunah, haram, makruh, khilaful aula, dan mubah. Setiap hal yang termasuk dalam salah satu hukum itu, berarti bias diidentifikasi dengan status hukum tersebut. Tetapi, jika tidak demikian, maka hal itu bisa dianggap bid’ah.

Syeikh Zaruq membagi bid’ah dalam tiga macam; pertama, bid’ah Sharihah (yang jelas dan terang). Yaitu bid’ah yang dipastikan tidak memiliki dasar syar’i, seperti wajib, sunnah, makruh atau yang lainnya. Menjalankan bid’ah ini berarti mematikan tradisi dan menghancurkan kebenaran. Jenis bid’ah ini merupakan bid’ah paling jelek. Meski bid’ah ini memiliki seribu sandaran dari hukum-hukum asal ataupun furu’, tetapi tetap tidak ada pengaruhnya. Kedua, bid’ah idlafiyah (relasional), yakni bid’ah yang disandarkan pada suatu praktik tertentu. Seandainya-pun, praktik itu telah terbebas dari unsur bid’ah tersebut, maka tidak boleh memperdebatkan apakah praktik tersebut digolongkan sebagai sunnah atau bukan bid’ah.

Ketiga, bid’ah khilafi (bid’ah yang diperselisihkan), yaitu bid’ah yang memiliki dua sandaran utama yang sama-sama kuat argumentasinya. Maksudnya, dari satu sandaran utama tersebut, bagi yang cenderung mengatakan itu termasuk sunnah, maka bukan bid’ah. Tetapi, bagi yang melihat dengan sandaran utama itu termasuk bid’ah, maka berarti tidak termasuk sunnah, seperti soal dzikir berjama’ah atau soal administrasi.

Hukum bid’ah menurut Ibnu Abd Salam, seperti dinukil Hadratusy Syeikh dalam kitab Risalah Ahlussunnah Waljama’ah, ada lima macam: pertama, bid’ah yang hukumnya wajib, yakni melaksanakan sesuatu yang tidak pernah dipraktekkan Rasulullah SAW, misalnya mempelajari ilmu Nahwu atau mengkaji kata-kata asing (garib) yang bisa membantu pada pemahaman syari’ah.

Kedua, bid’ah yang hukumnya haram, seperti aliran Qadariyah, Jabariyyah dan Mujassimah. Ketiga, bid’ah yang hukumnya sunnah, seperti membangun pemondokan, madrasah (sekolah), dan semua hal baik yang tidak pernah ada pada periode awal. Keempat, bid’ah yang hukumnya makruh, seperti menghiasi masjid secara berlebihan atau menyobek-nyobek mushaf. Kelima, bid’ah yang hukumnya mubah, seperti berjabat tangan seusai shalat Shubuh maupun Ashar, menggunakan tempat makan dan minum yang berukuran lebar, menggunakan ukuran baju yang longgar, dan hal yang serupa.

Dengan penjelasan bid’ah seperti di atas, Hadratusy Syeikh kemudian menyatakan, bahwa memakai tasbih, melafazhkan niat shalat, tahlilan untuk mayyit dengan syarat tidak ada sesuatu yang menghalanginya, ziarah kubur, dan semacamnya, itu semua bukanlah bid’ah yang sesat. Adapun praktek-praktek, seperti pungutan di pasar-pasar malam, main dadu dan lain-lainnya merupakan bid’ah yang tidak baik.
sumber: pendidikan islamiyah


ini artikel sunni
semoga artikel pengertian bid'ah menurut sunni ini ada manfaatnya amin.

22 komentar:

  1. pencerahan yang bagus

    BalasHapus
  2. YO opo kabare mas mMn?
    baik baik aja ya?

    BalasHapus
  3. numpang promosi ya akhi.
    bagi warga nu yang mau download buku buku hasil karya ulama' nu silahkan berkunjung ke blog saya.

    BalasHapus
  4. numpang promosi ya akhi.
    bagi warga nu yang mau download buku buku hasil karya ulama' nu silahkan berkunjung ke blog saya.di artikel download gratis buku mengenai dalil2 nu
    atau disini
    download gratis buku karya ulama' nu disini
    terima kasih

    BalasHapus
  5. ya gan saya setuju dengan anda bahwa tahlilan bukan merupakan bidah.. hanya oarang bodoh lah yang mengatakan tahlilan bid'ah..sip tadz ats infonya ass

    BalasHapus
  6. terima kasih telah berbagi,,,,mudahan ini bisa menjadi pencerahan bagi teman-teman wahabi,,,semoga kita termasuk kedalam golongan orang-orang yang di beri petunjuk

    BalasHapus
  7. bid'ah itu yg ada hubungannya dengan ritual ibadah mahdhoh (niat bdibaca, tahlilan, dll)kalau menyangkut , pungutan pasar, main dadu, naik pesawat ke ibadah haji dllitu muamalah duniawi(gak ada hunbungan dg bid'ah)

    BalasHapus
    Balasan
    1. aku jg stuju kalau seperti itu misal niat yg dibaca, tahlilan kematian,jamuan ditempat kematian, semua itu menambah atau membuat ibadah baru yag nabi tak mencontohkan, la kita ikut yg dicontohkan nabi saja blm beres, kok nambah2 ibadah baru.hanya nabi yg boleh membuat contoh ibadah.

      Hapus
    2. @anonim.ilmu sama seperti namamu,semu dan gak nyata,bicara pakek dalil dong!jangan macam anak kecil gitu,coba kamu bahas tuntas dengan dalilnya,atau silahkan kirim artikel yang jelas jelas bisa mematahkan artikel diatas.
      BERANI?
      BISA?
      JANGAN CUMA NGOMEL DOANG DONG!

      Hapus
    3. @anonim.ilmumu sama seperti namamu,semu dan gak nyata,bicara pakek dalil dong!jangan macam anak kecil gitu,coba kamu bahas tuntas dengan dalilnya,atau silahkan kirim artikel yang jelas jelas bisa mematahkan artikel diatas.
      BERANI?
      BISA?
      JANGAN CUMA NGOMEL DOANG DONG!

      Hapus
    4. di blognya mahrus ali gpl mantan kyai wahabi,para wahabi tidak berkuti,mereka hanya mencaci tidak karuan,tidak sedikitpun dalil,padahal mereka berteriak teriak dan mengelu elukan alqur'an dan hadits,tapi nyatanya tidak sesuai dengan alqur'an dan hadits.
      SALAFI/WAHABI adalah ISLAM PALSU

      Hapus
  8. di blognya mahrus ali gpl mantan kyai wahabi,para wahabi tidak berkutik,mereka hanya mencaci tidak karuan,tidak sedikitpun dalil yg mereka keluarkan sebagai dalil,padahal mereka berteriak teriak dan mengelu elukan alqur'an dan hadits,tapi nyatanya tidak sesuai dengan alqur'an dan hadits.
    SALAFI/WAHABI adalah ISLAM PALSU

    BalasHapus
  9. Abdullah bin Umar berkata: “Setiap bid’ah itu sesat meskipun dianggap baik oleh manusia.” (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Al-Madkhal ilas Sunan Al-Kubra I/180 no.191, Ibnu Baththah dalam Al-Ibaanah no. 205, dan Al-Lalika-i dalam Syarh Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaah no. 126)

    Allah berfirman: “Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah: 3)
    Imam Malik (Imam Mazhab/Tabiut Tabi’in/guru Imam Syafi’i) rahimahullahu berkata: “Barangsiapa yang mengada-adakan suatu bid’ah di dalam Islam dan menganggapnya baik, maka ia telah menuduh bahwa Muhammad telah mengkhianati Risalah beliau. Karena Alloh berfirman: “Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian”, maka segala sesuatu yang pada hari itu bukan merupakan agama maka tidak pula menjadi agama pada hari ini.” (Al-‘I’tisham oleh Imam Asy-Syathibi Al-Maliki 1/28).
    Berkata Asy-Syaukani: "Maka, sungguh apabila Allah subhanahu wa ta’ala telah menyempurnakan agama-Nya sebelum mematikan Nabi-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, bagaimana dengan pendapat orang yang mengada-adakan setelah Allah subhanahu wa ta’ala menyempurnakan agama-Nya?! Seandainya sesuatu yang mereka ada-adakan termasuk dalam urusan agama menurut keyakinan mereka, berarti belum sempurna agama ini kecuali dengan pendapat mereka, ini berarti mereka telah menolak Al-Qur`an. Dan jika apa yang mereka ada-adakan bukan termasuk dari urusan agama, maka apa faedahnya menyibukkan diri dengan sesuatu yang bukan dari urusan agama??
    Ini adalah hujjah yang terang dan dalil yang agung, tidak mungkin orang yang mengandalkan akalnya dapat mempertahankan hujjahnya selama-lamanya. Maka jadilah ayat yang mulia ini (Al-Maa`idah:3) sebagai hujjah yang pertama kali memukul wajah ahlur ra`yi (orang yang mengandalkan dan mendahulukan akalnya daripada wahyu) dan menusuk hidung-hidung mereka dan mematahkan hujjah mereka." (Al-Qaulul Mufiid fii Adillatil Ijtihaad wat Taqliid hal.38)
    Asy-Syathibi Al-Maliki berkata: ”Pembagian ini adalah rekayasa tidak berdalilkan syar’iy dan kontradiktif dengan sendirinya. Karena hakekat bid’ah adalah kehampaannya dari dalil syar’iy baik secara nash maupun kaidah-kaidah yang terintisarikan daripadanya karena seandainya ada dalil syar’iy atas pembagian itu niscaya tidak ada istilah bid’ah dan berarti pula merupakan usaha korelasi antara dua hal yang selalu kontradiktif (Jam’un baina mutanafiyaini).” (Al-I’tishom oleh Imam Asy-Syathibi 1/246).
    Asy-Syaukani berkata: ”Dan apabila telah tetap hal ini, jelaslah bagi yang memperhatikan (para pembaca) bahwasanya orang yang membolehkan maulid tersebut setelah dia mengakuinya sebagai bid’ah dan setiap yang bid’ah itu adalah sesat, berdasarkan perkataan Rasulullah, tidaklah dia (yang membolehkan maulid) mengatakan kecuali apa yang bertentangan dengan syari’at yang suci ini, dan tidak ada tempat dia berpegang kecuali hanya taqlid kepada orang yang membagi bid’ah tersebut kepada beberapa macam, yang sama sekali tidak berlandasakan kepada ilmu” (Risalah tentang Hukum Maulid oleh Asy-Syaukani).

    Dari ‘Aisyah berkata: Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya): "Barangsiapa yang mengada-adakan (sesuatu yang baru) dalam urusan (agama) kami ini, apa-apa yang tidak ada darinya (tidak kami perintahkan, pent.) maka ia tertolak." (HR. Al-Bukhariy no.2697 dan Muslim no.1718)
    Berkata Asy-Syaukani: "Hadits ini termasuk qa’idah-qa’idah agama, karena termuat di dalamnya banyak hukum yang tidak bisa dibatasi. Betapa jelas sumber dalil untuk membatalkan ahli fiqh yang berpendapat bahwa bid’ah itu terbagi menjadi beberapa bagian, dan penolakan mereka secara khusus tentang sebagian di dalamnya, sementara tidak ada pengkhususan (yang dapat diterima) baik dari dalil ‘aqli (logika) maupun naqli (dari Al-Qur`an & As-Sunnah, pent.). (Nailul Authaar 2/69)

    BalasHapus
  10. anti bid'ah@cuma segitu dalilnya?
    semua itu sudah terjawab dengan artikel diatas.
    apa kamu tidak bisa baca?
    lalu bagaimana dengan pertanyaan MAHRUS ALI GPL kepada kaum wahabi?
    apa wahabi bisa menjawabnya?
    wong para wahabi tidak ada sedikitpun bisa menjawab.
    wahabi adalah adalah AHLI BID'AH YANG BERTERIAK BID'AH.
    dalil kalian itu terlalu jadul dan sepele

    BalasHapus
  11. belajar islam tanpa kenal lelah

    TANYA JAWAB SEPUTAR ISLAM, KRISTOLOGI, BELAJAR FIQIH ONLINE, SAINS DALAM AL-QUR'AN, SEJARAH NABI TERLENGKAP, DAN BERBAGAI ARTIKEL DAN CERITA HIKMAH LAINNYA. SILAHKAN KUNJUNGI islam is easy

    BalasHapus
  12. TANYA JAWAB SEPUTAR ISLAM, KRISTOLOGI, BELAJAR FIQIH ONLINE, SAINS DALAM AL-QUR'AN, SEJARAH NABI TERLENGKAP, DAN BERBAGAI ARTIKEL DAN CERITA HIKMAH LAINNYA. SILAHKAN KUNJUNGI islam is easy

    BalasHapus
  13. kl mnrut sy sih smua yg brhungan dngn akhirat lbih baik mncontoh rossululluh y mlalui hdis sahih,itu lbih aman drpd bid'ah,lgian kita mngikuti yg tlah dcntohkan rosululloh aja kita pasti kteteran,lg pula ssuatu yg baru stlah rosululloh psti bnyak prdbatan yg mlelahkan,kata si A ini baik kt si B sbliknya.memang dijaman rosulloh ad ide para shbat sprti adzan dan rosululloh tdk mlrang bahkan mmblehkan n mmbnarkan,tp coba skarang kl ad ssuatu yg baru at yg dsbut bid'ah,siapa yg mmbnarkn n mlrangnya?pasti terjadi prtntangan di klngan kita sndri,yg lain tepuk tngn.jadi mnurut sy lbih baik mninggalkan smua bid'ah jauh lbih aman.sy beri contoh rosululloh n para shbat tak prnah mlkukan tahlilan sdgkan sbgian kt mlakukan,kl tahlilan baik n dpt mnlong kita diakhirat,mngpa rosululloh n para shbat tdk mlakukanya??apkah rosululloh n shbat lupa at tdk tau??trus apa mknanya hadis ini:stiap ank adam mninggal maka putus dngn smua amalanya kcuali3prkara,bahkan sy mnyksikan dimsyarakat awam yg slah kprah,misalnya orang tua nya tlah mninggal,sdangkan anknya g prnah sholat apalgi mndoakn,tp kl tahlilan 1hr smpe 1000harinya g prnah dtinggalkn,apakah ini tidak sesat??

    BalasHapus
  14. kl mnrut sy smua yg brhbngan dngn akhirat lbih baik mncontoh yg tlah dilakukan oleh rosululloh n yg dilakukan para shbat,tntu saja mlalui hadis sahih,mngikuti apa yg dicontohkn rosululloh aja kita msih kteteran.kl yg prnah dicntohkn rosululloh yg brhubngan dngn akhirat kita g prlu capek" brdbat,coba kita mlakukan ssuatu yg bru at yg dsbut bid'ah pasti akn bnyak prdbatan,mnurut si A ini baik,mnrut si B sbliknya.cntoh ide adzan itu bkan dr rosululloh ttpi dr para shbat,mngkin dr contoh ini ada yg mnyimpulkan bahwa yg bkan dr rosulullohpun ad yg baik,ttpi yg prlu dicatat wktu itu msih ada rosululloh,jd kita g prlu capek"brdebat,baik dan gak nya ada yg melegitimasi.coba skrang kl ad ssuatu yg baru dlm agama ini kpada siapa kita brtnya baik dan buruknya?mngkin aliran A blg ini baik ,aliranB sbliknya msing dissuaikn mnrut pmikiranya.contoh lain dijaman rosululloh n para shbat kl ad yg mninggal tak ad yg mlakukan tahlilan,tp sbgian kt mlkukannya,yg jd prtnyaanya kl tahlilan baik at dpt mnlong kt diakhirat at di alm kubur,mngpa rosululloh jg pra shbat tdk mlkukannya,apakah rosululloh n pra shbat tdk tau at lupa???contoh ttanga saya org tuanya mningal dia jarag sholat apalgi mndoakn,tp yg namanya tahlilan dr 1hr smp 1000hr nya gk ktinggalan,ap ini namanya bkn sesat?trus apa mknanya hadis:ktika ank adam mninggal maka putus dngan SMUA amalan,kcuali 3prkra??

    BalasHapus

Mohon Berkomentar yang Baik

Komentar yang mengandung kalimat SARA,SPAM atau berulang ulang akan kami hapus.
Terima Kasih atas komentar baik anda